Tentunya anda sudah pernah mendengar
tentang Pertempuran Lima Hari di Semarang. Apalagi anda yang tinggal di kota
Semarang. Sudah menjadi agenda tahunan di Semarang pada tanggal 20 oktober
diadakan Peringatan Pertempuran Lima Hari di Semarang dimana kegiatan ini
berpusat pada kawasan Tugu Muda Semarang. Pada tahun ini, pemkot Semarang
menyiapkan beberapa rangkaian acara untuk memperingati peristiwa bersejarah
ini. Selain kegiatan serimonial malam peringatan, jajaran Pemkot juga melakukan
ziarah ke beberapa makam para pahlawan yang telah gugur dalam pertempuran
tersebut. Sebagai salah satu rangkaian peringatan Pertempuran Lima Hari di Semarang,
Rabu (10/10), Plt Wali Kota juga bertolak ke makam Wongsonegoro, Kelurahan
Kagokan, Kecamatan Gatak, Sukoharjo. Kegiatan ziarah ini diikuti para pejuang
veteran, paguyuban pelaku pertempuran Lima Hari di Semarang serta jajaran PNS
Kota Semarang. "Marilah sebagai generasi penerus dan bagian dari kader
muda bangsa ini, kita senantiasa menyerap dan mengimplementasikan teladan
kepemimpinan dan nilai perjuangan para pahlawan dalam tugas dan karya kita
sehari-hari," ajaknya.
Berikut ini beberapa foto dalam acara peringatan pertempuran lima hari di Semarang.
Sejarah tentang Pertempura lima Hari di Semarang
Pertempuran Lima hari di Semarang adalah
perlawan terhebat rakyat Indonesia terhadap
Jepang pada masa transisi. Pertempuran yang berawal pada tanggal 15 Oktober
1945 sampai 20 Oktober 1945, ini bermula kaburnya tawanan Jepang, pada Minggu,
14 Oktober 1945, pukul 6.30 WIB, pemuda-pemuda rumah sakit mendapat instruksi
untuk mencegat dan memeriksa mobil Jepang yang lewat di depan RS Purusara. Mereka menyita
sedan milik Kempetai dan merampas senjata mereka. Sore harinya, para pemuda
ikut aktif mencari tentara Jepang dan kemudian menjebloskannya ke Penjara Bulu.
Sekitar pukul 18.00 WIB, pasukan Jepang bersenjata lengkap melancarkan serangan
mendadak sekaligus melucuti delapan anggota polisi istimewa yang waktu itu
sedang menjaga sumber air minum bagi warga Kota Semarang Reservoir Siranda di Candilama. Kedelapan anggota Polisi
Istimewa itu disiksa dan dibawa ke markas Kidobutai di Jatingaleh. Sore itu
tersiar kabar tentara Jepang menebarkan racun ke dalam reservoir itu. Rakyat
pun menjadi gelisah. Cadangan air di Candi, desa Wungkal, (Sekarang menjadi
kawasan industri Candi Semarang) waktu itu adalah satu-satunya sumber mata air
di kota Semarang.
Sebagai kepala RS Purusara (sekarang Rumah Sakit Kariadi) Dokter
Kariadi berniat memastikan kabar tersebut. Selepas Magrib, ada telepon dari
pimpinan Rumah Sakit Purusara, yang memberitahukan agar dr. Kariadi, Kepala Laboratorium
Purusara segera memeriksa Reservoir Siranda karena berita Jepang menebarkan
racun itu. Dokter Kariadi kemudian dengan cepat memutuskan harus segera pergi
ke sana. Suasana sangat berbahaya karena tentara Jepang telah melakukan
serangan di beberapa tempat termasuk di jalan menuju ke Reservoir Siranda.
Isteri dr. Kariadi, drg. Soenarti mencoba mencegah suaminya pergi mengingat
keadaan yang sangat genting itu. Namun dr. Kariadi berpendapat lain, ia harus
menyelidiki kebenaran desas-desus itu karena menyangkut nyawa ribuan warga
Semarang. Akhirnya drg. Soenarti tidak bisa berbuat apa-apa. Ternyata dalam
perjalanan menuju Reservoir Siranda itu, mobil yang ditumpangi dr. Kariadi
dicegat tentara Jepang di Jalan Pandanaran. Bersama
tentara pelajar yang menyopiri mobil yang ditumpanginya, dr. Kariadi ditembak
secara keji. Ia sempat dibawa ke rumah sakit sekitar pukul 23.30 WIB. Ketika
tiba di kamar bedah, keadaan dr. Kariadi sudah sangat gawat. Nyawa dokter muda
itu tidak dapat diselamatkan. Ia gugur dalam usia 40 tahun satu bulan.
0 Comments
komentarmu, aku tunggu! no spam!